perjuangan

12249800_1650065898615832_1123258331544290068_n

Hidup mirip saat kita belajar bersepeda, agar tidak terjatuh kita harus selalu berjalan. Dalam kehidupan senantiasa kita akan memperoleh berbagai cobaan dan rintangan sepanjang hidup kita. Tergantung bagaimana kita menjalaninya, jika kita menjalani hidup dengan ikhlas dan penuh semangat tentu saja hasil yang diperoleh juga akan baik, Perjuangan itu bukan proses penderitaan menuju tujuan, tapi proses memantaskan diri untuk meraih tujuan.

 

Coffee with Barb & @Alison_WiIliams ~ Rape: A Mother, Wife, and Feminist Writes #SundayBlogShare

Although men were also falsely accused of witchcraft, it was women who bore the brunt of the hate, the superstition, the vileness that brought terror, torture and death to so many.

Sumber: Coffee with Barb & @Alison_WiIliams ~ Rape: A Mother, Wife, and Feminist Writes #SundayBlogShare

Masalah Ekonomi

Permasalahan ekonomi yang terjadi di suatu negara dapat memperlambat laju pertumbuhan ekonomi. images2222

1. Rendahnya Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi suatu negara merupakan salah satu indikasi yang dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan negara tersebut. Pertumbuhan ekonomi dapat dilihat melalui tingkat produksi barang dan jasa yang dapat dihasilkan selama satu periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi negara berkembang seperti Indonesia sering terkendala masalah modal dan investasi. Indonesia masih bergantung pada modal dari investasi pihak asing untuk menunjang kegiatan ekonominya.

Lambatnya pertumbuhan ekonomi juga dipengaruhi naiknya harga minyak dunia. Kenaikan harga minyak dunia merupakan akibat langkanya minyak mentah. Kelangkaan disebabkan menipisnya cadangan minyak serta terhambatnya distribusi minyak. Kenaikan harga minyak menyebabkan harga barang pokok lain ikut naik. Akibatnya, daya beli masyarakat menjadi berkurang dan terjadi penurunan kegiatan ekonomi masyarakat.

2. Kemiskinan

Kemiskinan merupakan keadaan masyarakat yang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan hidup meliputi makanan, pakaian, tempat tinggal, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan sebagai akibat berkurangnya pendapatan masyarakat secara riil. Masyarakat mengalami penurunan daya beli barang-barang kebutuhan pokok secara umum. Akibatnya, masyarakat tidak dapat hidup secara layak sehingga taraf hidupnya menurun.

Berdasarkan data BPS bulan Maret 2012 jumlah penduduk yang berada dalam garis kemiskinan berjumlah sekitar 29,13 juta orang (11,96%). Jumlah ini berkurang sebanyak 0,89 juta orang dari periode yang sama tahun sebelumnya. Menurunnya angka kemiskinan ditunjang adanya penurunan harga komoditas makanan sedikit lebih besar dibandingkan peranan komoditas bukan makanan.

3. Pengangguran

Secara umum pengangguran diartikan sebagai angkatan kerja yang tidak bekerja. Pengangguran merupakan rantai masalah yang dapat menimbulkan beberapa permasalahan pada suatu negara. Pengangguran disebabkan jumlah angkatan kerja yang tidak seimbang dengan jumlah lapangan kerja/kesempatan kerja. Akibatnya, banyak angkatan kerja yang tidak dapat terserap dalam lapangan pekerjaan sehingga menimbulkan pengangguran.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah angkatan kerja di Indonesia tahun 2012 mencapai 120,4 juta jiwa. Sementara itu, jumlah pengangguran pada bulan Februari 2012 sebanyak 7,61 juta jiwa turun dari tahun sebelumnya sebanyak 7,7 juta jiwa. Hal ini diharapkan sebagai indikasi yang baik mengenai perbaikan keadaan ketenagakerjaan di Indonesia. Untuk mencapai harapan tersebut, pemerintah perlu mengusahakan kebijakan di bidang ketenagakerjaan, misalnya perbaikan kualitas tenaga kerja / sumber daya manusia, menciptakan lapangan pekerjaan, mendorong tumbuhnya investasi dan modal, menyediakan informasi lapangan pekerjaan, serta memberikan pelatihan dan keterampilan bagi tenaga kerja.

4. Kesenjangan Penghasilan

Penghasilan digunakan masyarakat untuk memenuhi berbagai kebutuhannya. Dalam masyarakat untuk memenuhi berbagai kebutuhannya. Dalam masyarakat terdapat kelompok masyarkat dengan penghasilan tinggi dan kelompok masyarakat dengan penghasilan rendah. Masyarakat yang memiliki penghasilan tinggi mampu memenuhi kebutuhan hidupnya mulai dari kebutuhan primer, sekunder, hingga tersier. Sementara itu, kelompok masyarakat yang memiliki penghasilan rendah tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya meskipun kebutuhan yang paling dasar.

Perbedaan kelompok masyarakat dengan penghasilan tertentu menimbulkan permasalahan kesenjangan penghasilan. Oleh karena itu, diperlukan peran pemerintah dalam memeratakan penyaluran distribusi pendapatan. Hal ini dilakukan untuk meratakan kemampuan masyarakat dalam menikmati hasil pembangunan. Selain itu, upaya pemerintah dalam meratakan penghasilan bertujuan untuk mengurangi kesenjangan dan kecemburan sosial masyarakat.

5. Inflasi

Berdasarkan data BPS, inflasi Indonesia pada tahun 2011 sebesar 3,79%. Inflasi yang terjadi di Indonesia disebabkan tingginya permintaan agregat, sementara permintaan barang dan jasa tidak diimbangi dengan kemampuan produksi dan kenaikan biaya produksi. Inflasi ditandai oleh kenaikan harga barang dan jasa secara keseluruhan. Hal ini akan menimbulkan penurunan daya beli masyarakat terhadap barang dan jasa. Inflasi berdampak pada lesunya kegiatan perekonomian, kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap kinerja pemerintah, melemahnya nilai rupiah, dan ketidakstabilan perekonomian negara. Berdasarkan sumbernya inflasi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu inflasi tarikan permintaan dan inflasi dorongan biaya.

 

6. Hutang Luar Negeri

Indonesia memiliki hutang luar negeri yang sangat banyak yakni lebih dari USD 100 miliar. Setiap kementerian mempunyai hutang. Indonesia adalah negara dengan hutang luar negeri terbesar ke-3 di dunia setelah Brazil dan Meksiko. Hutang yang terus menumpuk tersebut menyebabkan terjadinya berbagai masalah perekonomian seperti nilai mata uang Rupiah yang terus menurun.

7. Defisit Anggaran

APBN Indonesia selalu mengalami defisit. Defisit adalah saat ketika anggaran belanja lebih tinggi dari anggaran pendapatan. Itulah salah satu alasan kenapa hutang negara kita terus menumpuk. Penyebab utamanya adalah korupsi, perilaku pemerintah yang sangat boros anggaran, dan subsidi yang tidak tepat sasaran.

8. Ketidakmampuan Industrial

Industri di Indonesia kebanyakan hanya merakit barang saja. Kalaupun ada industri besar, industri tersebut pasti milik asing. Perindustrian masih sangat bergantung pada ekonomi, bahan baku, dan teknologi asing. Padahal kita memiliki sumber daya alam dan sumber daya manusia yang sangat besar. Namun karena kita tidak dapat mengelolanya dengan baik, maka kita harus meminta bantuan asing. Akibatnya, sebagian keuntungan dibawa ke luar negeri sedangkan Indonesia hanya mendapatkan pendapatan dari pajak dan upah buruh saja.

9. Ketidakmampuan Mengelola Sumber Daya Manusia

Walaupun penduduk Indonesia terbanyak ke-4 di dunia, namun kualitasnya masih sangat buruk. Sehingga Indonesia selalu kekurangan para ahli dan harus mendatangkannya dari luar negeri. Sedangkan kebanyakan orang Indonesia yang bekerja di luar negeri hanya bisa menjadi pembantu saja.

10. Penguasaan Iptek yang Kurang

Penguasaan iptek di Indonesia juga masih sangat kurang. Ini disebabkan karena jumlah tenaga ahli di Indonesia masih sangat sedikit. Kalaupun ada, mereka lebih memilih untuk bekerja di luar negeri karena penghasilannya jauh lebih tinggi. Penguasaan iptek yang kurang menyebabkan Indonesia tidak bisa mengelola kekayaan alamnya sendiri.

11. Korupsi

Korupsi menjadi masalah serius di negeri ini. Hampir di semua bidang terjadi korupsi dan suap-menyuap baik itu “kelas teri” maupun “kelas kakap”. Akibatnya bermacam-macam, mulai dari program pemerintah yang menjadi kacau, penegakan hukum menjadi lemah, dan pemborosan anggaran.

12. Masalah Pangan

Ketidakmampuan pemerintah dalam mengendalikan harga pangan membuat harga pangan terus meroket terutama sembako. Ditambah lagi dengan semakin sempitnya lahan pertanian akibat alih fungsi lahan. Sangat ironis memang mengingat Indonesia adalah negara agraris yang sangat subur. Kesejahteraan petani yang kurang diperhatikan menjadi salah satu penyebabnya. Untuk memenuhi kebutuhan pangan saat ini, pemerintah harus mengimpornya dari luar negeri.

13. Pembangunan yang Cenderung Tersentralisasi

Indonesia memang sedang pesat-pesatnya membangun. Tetapi yang disayangkan adalah kenapa hanya kawasan tertentu saja yang dibangun sedangkan daerah lain ditinggalkan begitu saja. Hal ini menyebabkan terjadinya kesenjangan sosial dan daerah perkotaan menjadi semakin padat. Jika pemerintah melakukan pembangunan secara merata, maka setiap daerah akan berkembang lebih cepat dan itu juga bisa mempercepat kemajuan Indonesia.

98 Persen Pelajar di Paniai Lulus UN 2014

Mei 20th, 2014
98 Persen Pelajar di Paniai Lulus UN 2014

PENDIDIKAN
0

Teriakan meriah penuh dengan sukacita serta isak tangis rasa terharu yang terpendam kurang lebih selama tiga tahun terlampiaskan secara spontanitas oleh para pelajar di Enarotali saat mendengarkan hasil Ujian Nasional 20 Mei 2014. Mereka saling berpelukan serta memberi ucapan trimakasih kepada para guru yang telah mendidik dan membina hingga dapat menyelesaikan pendidikan selama 3 tahun lamanya di bangku sekolah menengah atas yang telah dijalaninya. Salah satu pelajar SMA Negeri 1 Paniai Timur, Amoye Yogi, merasa puas karena 100 persen pelajar di sekolahnya lulus UN tahun ini. “Puji Tuhan, kami bersyukuratas hasil yang telah kami dapatkan dan kami merasa puas atas hasil yang telah kami dapatkan ini. lebih dari pada itu, ini semua karena kasih sayang Tuhan Yesus kepada kami ” Di Kabupaten Paniai hasil kelulusan bagi pelajar sekolah menengah atas Hampir seperti tahun lalu, angka kelulusan ujian nasional (UN) pada tahun pelajaran 2013/2014 mencapai 99%. Dari 400 peserta UN tahun 2013, 3 orang dinyatakan tidak lulus. Kepala Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kabupaten Paniai, Drs. Amatus A Tatogo mengatakan, kelulusan UN jenjang SMA/SMK di daerah ini diumumkan serentak dengan daerah lain di seluruh Indonesia pada hari ini, Senin (20/5). “Jumlah peserta Ujian Nasional jenjang SMA/SMK di Kabupaten Paniai sebanyak 800 orang. Hasilnya, lulus 98 persen. Yang tidak lulus, dua persen,” kata Amatus kepada Majalah Lani di Enarotali, Senin (20/5) pagi.” Tingkat kelulusan tersebut, bagi Amatus, hasil akhir siswa dan guru-guru di setiap sekolah. Kepada Majalah Lani, Ketua Panitia UN Kabupaten Paniai, Adrianus Tekege, S.Pd, menjelaskan, 18 siswa yang tak lulus UN itu berasal dari satu sekolah. “Kelulusan siswa SMA/SMK di Paniai tahun ini 98 persen. Dan dua persen yang tidak lulus, yaitu dari SMA Negeri 6 Agadide,” kata Andi. Bagi 18 pelajar yang gagal, dia berpesan, tak perlu berkecil hati. Sebab, menurut Tekege, mereka akan diikutkan pada program Paket C. Kata mantan guru SD YPPK Epouto ini, ujian Paket C akan diadakan Agustus 2014. Diakui, selama dua tahun terakhir tingkat kelulusan siswa-siswi SMA/SMK di Panaii tak sampai 100%. Ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Andi menambahkan, 800 orang siswa peserta UN tingkat SMA/SMK itu berasal dari 5 SMA dan 2 SMK. Yaitu SMA Negeri 1 Paniai Timur, SMA YPPK Epouto, SMA YPPGI Enarotali, SMA Negeri 5 Kebo, SMA Negeri 6 Agadide, SMK Yamewa, dan SMK Karel Gobai. Pelajar SMA N 1 Paniai Timur Usai Dengar Hasil UN 2014, Mereka Mengangat Seorang Guru Keliling Kota Enarotali

Tentang Papua

Papua Barat adalah bagian barat dari pulau New Guinea. Berbatasan langsung dengan Negara merdeka Papua Nugini dan menjadi bagian dari Indonesia setelah melalui sebuah proses yang didiskreditkan, dikenal sebagai ‘Act of Free Choice’ (Tindakan Pilihan Bebas) pada tahun 1969.

Map of West Papua

Jumlah penduduk di Papua Barat adalah 3,6 juta, terdiri dari 48.7% orang pribumi dan 51.3% non-Papua. Penduduk ini meliputi lebih dari 250 kelompok etnis dan bahasa. Para pendatang dari daerah lain di Indonesia menaikkan proporsi jumlah penduduk yang cukup besar dan kemudian mendominasi ekonomi lokal. Mereka telah menjadi mayoritas di pusat-pusat perkotaan dan segera akan melampaui jumlah penduduk asli Papua secara keseluruhan. Mata pencaharian dan budaya di Papua berada di bawah ancaman berat proses marginalisasi ini.

Rakyat Papua adalah orang-orang Melanesia dan mayoritas beragama Kristen/Katolik, hal yang membedakan mereka dengan umumnya orang-orang Melayu dan muslim di Indonesia. Wilayah itu sebelumnya dikenal sebagai West New Guinea, Irian Barat dan kemudian menjadi Irian Jaya. Saat ini, wilayah tersebut telah menjadi provinsi Indonesia yaitu provinsi Papua dan Papua Barat. Namun kedua provinsi ini bersama-sama lebih dikenal sebagai Papua Barat karena adanya kesamaan identitas dan budaya bersama.

Seperti halnya Indonesia yang sekarang, Papua Barat dulunya merupakan bagian dari Hindia Belanda, namun Papua Barat terus berada di bawah kekuasaan Belanda setelah Indonesia merdeka pada tahun 1949. Pada awal tahun 1960-an, Papua Barat dipersiapkan untuk menuju kemerdekaannya oleh Belanda di tengah-tengah adanya oposisi yang kuat dan serangan militer dari pihak Indonesia.

Beralih ke pemerintahan sendiri

Pada bulan Februari 1961, dilakukan pemilihan untuk West New Guinea Council, sebuah langkah penting menuju suatu pemerintahan sendiri. Anggota Dewan menyelenggarakan Kongres Rakyat Papua Pertama pada tanggal 19 Oktober 1961, yang menyetujui sebuah Manifesto Kemerdekaan. Manifesto itu mengadopsi bendera Bintang Fajar atau bendera Bintang Kejora sebagai simbol nasional, dan menyetujui nama negara Papua Barat, menamakan rakyatnya sebagai rakyat Papua serta juga lagu kebangsaannya. Pada tanggal 1 Desember 1961, simbol-simbol kedaulatan Papua Barat tersebut diresmikan di hadapan para pejabat Belanda. Rakyat Papua sejak itu selalu merayakan 1 Desember sebagai hari kemerdekaan.

Namun, dalam konteks geopolitik Perang Dingin pada saat itu, Amerika Serikat sangat ingin mencegah Indonesia untuk tidak jatuh di bawah pengaruh komunis. Pada 15 Agustus 1961, Amerika membujuk Belanda untuk ikut ke dalam Perjanjian New York dengan Indonesia mengenai masa depan Papua Barat, yang dikenal dengan ‘New York Agreement’. Tidak ada satupun Orang Papua yang diajak berkonsultasi, namun perjanjian tersebut menetapkan bahwa semua orang Papua dewasa akan memiliki hak untuk berpartisipasi dalam tindakan penentuan nasib sendiri sesuai dengan praktek internasional.

Tindakan Pilihan Bebas

Belanda kemudian menyerahkan Papua Barat kepada otoritas sementara PBB yang tinggal selama hanya tujuh bulan sebelum menyerahkan kontrol kepada Indonesia di bulan Mei 1963. Selanjutnya, PBB gagal merespon kebijakan represif Indonesia maupun melindungi hak-hak rakyat Papua sebagaimana yang dijamin oleh Perjanjian New York. Pada tahun 1969, sebanyak 1.025 orang Papua dari total penduduk sekitar 800.000 dipilih secara serabutan kemudian diancam dan diintimidasi agar memilih atas nama negara mereka untuk menjadi bagian dari Indonesia dalam sebuah proses yang dikenal sebagai Tindakan Pemilihan Bebas. Secara kontroversial PBB mendukung dan membiarkan hal ini terjadi tanpa keberatan.

Hak asasi manusia diserang terus menerus

Setelah masyarakat internasional mengalihkan perhatiannya dari Papua Barat pada tahun 1969, sebuah tabir kerahasiaan meliputi wilayah tersebut dan sangat sedikit sekali berita yang muncul tentang pelanggaran luas hak asasi manusia – termasuk pembunuhan kilat, penyiksaan, penghilangan serta penangkapan sewenang-wenang – dilakukan oleh pasukan keamanan Indonesia. Ribuan orang diperkirakan tewas atau meninggal sebagai dampaknya selama masa pemerintahan Indonesia tersebut.

Meskipun Papua Barat adalah salah satu provinsi di Indonesia yang paling kaya akan sumber daya alam dan menjadi tempat bagi pembayar pajak terbesar yaitu perusahaan tambang Freeport, Papua Barat merupakan salah satu daerah termiskin dalam hal tingkat kemiskinan dan indikator pembangunan manusia, dengan keprihatinan serius pada tidak memadainya pelayanan kesehatan, kematian ibu dan anak, HIV / Aids dan rendahnya tingkat pencapaian pendidikan.

Eksploitasi sumber daya

Eksploitasi sumber daya alam yang melimpah di Papua Barat serta pencaplokan lahan berskala besar secara sistematis untuk proyek-proyek agribisnis oleh Indonesia dan kepentingan bisnis internasional telah menjadi penyebab utama ketegangan dan konflik. Operasi ekstraktif telah melibatkan pengingkaran terhadap hak atas tanah dan degradasi lingkungan yang parah. Sebagian besar kawasan hutan menjadi sasaran untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit dan produksi pangan dengan dampak besar terhadap perubahan iklim serta penduduk pribumi. Beberapa pelanggaran hak asasi manusia terburuk telah terjadi di sekitar perusahaan besar seperti di wilayah pertambangan emas dan tembaga, Freeport, dimana perusahaan mendanai pasukan keamanan sebagai upaya ‘proteksi’.

Hak untuk menentukan nasib sendiri ditegaskan kembali

Setelah kejatuhan diktator otokratis di Indonesia, Soeharto pada Mei 1998, masyarakat Papua mengalami masa yang relatif cukup terbuka di bawah masa pemerintahan singkat Bacharuddin Jusuf Habibie (1998-1999) dan Abdurrahman Wahid (1999-2001). Presiden Wahid memperbolehkan diselenggarakannya Kongres Rakyat Papua Kedua pada bulan Mei / Juni 2000. Kongres memutuskan untuk menolak ‘Tindakan Pilihan Bebas’ atau Pepera dan mendorong hak untuk menentukan nasib sendiri secara damai melalui dialog dan negosiasi.

Akan tetapi, sementara Indonesia telah membuat kemajuan substansial dalam transisi menuju demokrasi, rakyat Papua sama sekali jauh dari situasi yang menguntungkan. Otonomi khusus yang diberikan pada tahun 2001 telah ditolak oleh Dewan Adat Papua Barat dan masyarakat Papua karena telah gagal untuk meningkatkan hak-hak dan kondisi hidup rakyat Papua. Upaya lebih lanjut saat ini sedang diteruskan oleh para pemimpin masyarakat adat Papua Barat dan para pimpinan agama untuk mendorong proses dialog dengan Pemerintah Indonesia. Namun, tidak semua orang Papua mendukung proses tersebut karena mereka kurang percaya kepada pemerintah Indonesia, beberapa lebih percaya bahwa pendekatan secara langsunglah yang dibutuhkan yaitu melalui referendum mengenai status masa depan politik wilayah tersebut.

Pada bulan Juli 2011, sebuah Konferensi Perdamaian yang diselenggarakan oleh Jaringan Damai Papua menghasilkan kerangka untuk dialog dengan Pemerintah Indonesia serta agenda aspirasi untuk Papua damai dengan serangkaian ‘Indikator Papua Tanah Damai’ di bidang politik, hukum dan hak asasi manusia, ekonomi dan lingkungan, serta keamanan.

Pendekatan Militer/Keamanan yang berlaku

Meskipun ada tuntutan gigih untuk dialog politik, pendekatan keamanan terus menjadi cara dominan Pemerintah dalam menangani persoalan di Papua Barat. Operasi militer dan pendekatan tangan-besi dalam bidang keamanan menimbulkan ancaman serius terhadap hak asasi manusia dan kehidupan masyarakat Papua. Sebuah budaya kekerasan telah dikembangkan terkait dengan keyakinan aparat keamanan bahwa aktivitas politik serta advokasi untuk hak-hak orang Papua adalah selalu berhubungan dengan agenda separatis dan harus dihadapi dengan tindakan yang keras.

Praktek kekerasan dan represif dari pasukan militer dan polisi tersebut termasuk: intimidasi, taktik teror, penangkapan dan penahanan sewenang-wenang, interogasi yang dilakukan tanpa kehadiran pengacara dan ditolaknya akses untuk dikunjungi anggota keluarga, penyiksaan, penganiayaan dan pengabaian pemberian perawatan kesehatan selama dalam tahanan; penembakan misterius, penghilangan paksa, dan pembunuhan kilat. Para pembela HAM sangat rentan terhadap tindakan kekerasan.

Pada bulan Oktober 2011, tiga orang tewas dalam tindakan pembubaran dengan kekerasan terhadap Kongres Ketiga Rakyat Papua oleh pasukan keamanan di ibukota Jayapura. Kongres diselenggarakan oleh para pemimpin adat Papua bersama faksi-faksi politik untuk membahas hak-hak dasar mereka dan berakhir dengan pernyataan bahwa Papua Barat telah merdeka sejak tahun 1961. Lima pemimpin Papua dibawa ke pengadilan dan dinyatakan bersalah atas tindakan pengkhianatan terhadap Negara (makar).

Sementara para orang Papua sering dihukum berat untuk kegiatan politik damai, sebaliknya para petugas pasukan keamanan yang terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia yang keji selalu lolos dari hukuman atau diberi hukuman ringan yang tidak masuk akal. Pada bulan Januari 2011, tiga anggota tentara dijatuhi hukuman antara delapan dan sepuluh bulan penjara untuk pelanggaran prosedural ‘tidak mematuhi perintah’ karena keterlibatan mereka dalam penyiksaan brutal terhadap dua orang laki-laki Papua pada Mei 2010.

Kebebasan berekspresi diabaikan

Para aktivis Papua secara terus menerus ditangkap dan ditahan karena melakukan aksi damai seperti mengibarkan bendera Bintang Kejora atau menghadiri demonstrasi dan acara-acara publik yang berkaitan dengan nasionalisme Papua. Mereka sering dituduh melakukan tindakan pengkhianatan (makar) berdasarkan Pasal 106 dari KUHP, yang dulunya diterapkan ke dalam hukum Indonesia oleh pemerintah kolonial Belanda. Jika terbukti bersalah, mereka menghadapi hukuman penjara hingga dua puluh tahun atau bahkan seumur hidup. Banyak pengaduan telah dibuat tentang tindakan penyiksaan dan perlakuan buruk terhadap tahanan politik serta kurangnya akses terhadap perawatan kesehatan yang memadai.

Pembatasan hak untuk kebebasan berekspresi dan kriminalisasi kegiatan politik damai dalam hal ini menjadi persolan mendasar penting di Papua Barat. Kebebasan berekspresi adalah sangat strategis dan penting untuk memperbaiki keadaan hak asasi manusia secara keseluruhan dan untuk memastikan bahwa para pembela HAM dapat melaksanakan pekerjaan vital mereka secara bebas dari berbagai intimidasi dan kekerasan. Hal ini juga diperlukan dalam rangka menciptakan kondisi di mana masalah-masalah politik di wilayah ini dapat diselesaikan.

Tertutupnya ruang demokrasi sebagai akibat dari pembatasan kebebasan berekspresi adalah sebuah langkah mundur dari kondisi yang dapat mendukung terjadinya dialog yang bermakna dan upaya penyelesaian konflik. Papua Behind Bars berusaha untuk mengatasi hal ini dengan mempromosikan debat serta perubahan bagi sebuah tindakan nyata dan kebijakan yang akan mengarah pada pembukaan ruang demokrasi di wilayah tersebut.